Kata ganti benda atau “dhamir” (ضمير).

EnglishBahasaArabic (Masculine)Arabic (Feminine)
Itini (sesuatu yang sudah disebutkan)هو (huwa)هي (hiya)
Thisini (sesuatu yang dekat, baru disebutkan)هذا (hādhā)هذه (hādhihi)
Thatitu (sesuatu yang jauh, baru disebutkan)ذلك (dhālika)تلك (tilka)
Thoseitu jamakأولئك (ulā’ika)أولئك (ulā’ika)
Theseini jamakهؤلاء (hā’ulā’)هؤلاء (hā’ulā’)
Itu matahari(M): ذلك الشمس (dhālika ash-shams)
Itu bulan(M): ذلك القمر (dhālika al-qamar)
Itu langit(F): تلك السماء (tilka as-samā’)
Itu bumi(F): تلك الأرض (tilka al-arḍ)
Ini siang(M): هذا النهار (hādhā an-nahār)
Ini malam(F): هذه الليلة (hādhihi al-layla)

Belajar Fi’il

Kata Dasar كَتَبَ (Menulis) – Fiil Madhi (Lampau)

IdEnKetTambahan hurufPerubahan Akhir hurufKata dasarSubyekFa’il + Fi’ilLiterasi
SayaILaki-laki/Perempuanتُبْكَتَبَأناأنا كَتَبْتُana katabtu
KitaWeLk/Prنَابْكَتَبَنحننحن كَتَبْنَاnaḥnu katabnā
Kamu (Laki-laki)YouLaki-lakiتَبْكَتَبَأنتأنت كَتَبْتَanta katabta
Kamu (Perempuan)YouPerempuanتِبْكَتَبَأنتأنت كَتَبْتِanti katabti
Kalian 2 Laki-lakiYou2 Laki-lakiتُمَابْكَتَبَأنتماأنتما كَتَبْتُمَاantumā katabtumā
Kalian 2 PerempuanYou2 Perempuanتُمَابْكَتَبَأنتماأنتما كَتَبْتُمَاantumā katabtumā
Kalian 1 Lk + 1 PrYou1 Lk + 1 Prتُمَابْكَتَبَأنتماأنتما كَتَبْتُمَاantumā katabtumā
Dia (Laki-laki)HeLaki-lakiبَكَتَبَهوهو كَتَبَhuwa kataba
Dia (Perempuan)ShePerempuanتْبَكَتَبَهيهي كَتَبَتْhiya katabat
Mereka 2 Laki-lakiThey2 Laki-lakiابَكَتَبَهماهما كَتَبَاhumā katabā
Mereka 2 PerempuanThey2 Perempuanتَابَكَتَبَهماهما كَتَبَتَاhumā katabatā
Mereka 3+ Laki-lakiThey3+ Laki-lakiوابُكَتَبَهمهم كَتَبُواhum katabū
Mereka 3+ PerempuanThey3+ Perempuanنَبْكَتَبَهنهن كَتَبْنَhunna katabna
Mereka CampuranTheyCampuranوابُكَتَبَهمهم كَتَبُواhum katabū

Penjelasan Perubahan Harokat pada Kolom “Akhir Huruf”:

  1. Bentuk Mufrad (tunggal):
    • Fi’il كَتَبَ pada bentuk tunggal tetap memiliki harokat fathah (َ) pada huruf terakhir (بَ) untuk dhamir laki-laki tunggal (هو) dan perempuan tunggal (هي).
  2. Bentuk Jama’ (jamak):
    • Pada bentuk dhamir plural laki-laki (هم) terdapat harokat dhammah (ُ) pada huruf terakhir (بُ), sedangkan untuk jama’ perempuan (هنّ) berubah menjadi sukun (ْ) pada huruf terakhir (بْ).
  3. Bentuk Muannats (perempuan):
    • Dalam dhamir أنتِ dan dhamir dual perempuan (أنتما serta هما), harokat akhir berubah menjadi sukun (ْ), sesuai pola fi’il madhi.
  4. Bentuk Mutakallim (orang pertama):
    • Pada bentuk fi’il أنا dan نحن, huruf terakhir memiliki sukun (ْ) karena terpengaruh tambahan akhiran dhamir seperti تُ dan نا.

Kata Dasar كَتَبَ (Menulis) – Kata dasar Fi’il Mudhari: كْتُبُ (Sedang / Akan Menulis)

IdEnKetAkhir KataPreFi’ilSubyek Literasi
SayaILaki-laki/Perempuanبُكْتُبُأَأَكْتُبُأنا anā aktubu
KitaWeLk/Prبُكْتُبُنَنَكْتُبُنحن nahnu naktubu
Kamu (Laki-laki)YouLaki-lakiبُكْتُبُتَتَكْتُبُأنت anta taktubu
Kamu (Perempuan)YouPerempuanبِينَكْتُبُتَتَكْتُبِينَأنت anti taktubīna
Kamu 2 Laki-lakiYou2 Laki-lakiبَانِكْتُبُتَتَكْتُبَانِأنتما antumā taktubāni
Kamu 2 PerempuanYou2 Perempuanبَانِكْتُبُتَتَكْتُبَانِأنتما antumā taktubāni
Kamu 1 Lk + 1 PrYou1 Lk + 1 Prبَانِكْتُبُتَتَكْتُبَانِأنتما antumā taktubāni
Dia (Laki-laki)HeLaki-lakiبُكْتُبُيَيَكْتُبُهو huwa yaktubu
Dia (Perempuan)ShePerempuanبُكْتُبُتَتَكْتُبُهي hiya taktubu
Mereka 2 Laki-lakiThey2 Laki-lakiبَانِكْتُبُيَيَكْتُبَانِهما humā yaktubāni
Mereka 2 PerempuanThey2 Perempuanبَانِكْتُبُتَتَكْتُبَانِهما humā taktubāni
Mereka 3+ Laki-lakiThey3+ Laki-lakiبُونَكْتُبُيَيَكْتُبُونَهم hum yaktubūna
Mereka 3+ PerempuanThey3+ Perempuanبْنَكْتُبُيَيَكْتُبْنَهن hunna yaktubna
Mereka CampuranTheyCampuranبُونَكْتُبُيَيَكْتُبُونَهم hum yaktubūna

Penjelasan Struktur Fi’il Mudhari:

  1. Fi’il Mudhari digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang sedang berlangsung atau akan dilakukan.
  2. Pola fi’il mudhari diawali dengan huruf mudhari’ (أ, ن, ت, ي), kemudian pola kata kerja dasar ditambahkan akhiran sesuai dhamir.
  3. Akhir Huruf:
    • Dhammah (ُ) untuk bentuk tunggal (contoh: أَكْتُبُ).
    • Kasrah (ِينَ) untuk bentuk tunggal perempuan.
    • Alif + Nun (بَانِ) untuk bentuk dual (contoh: تَكْتُبَانِ).
    • Wawu + Nun (بُونَ) untuk bentuk jama’ laki-laki.
    • Nun sukun (بْنَ) untuk bentuk jama’ perempuan.

Contoh Penggunaan:

  1. أَكْتُبُ (Saya menulis) → Untuk saya (laki-laki/perempuan).
  2. تَكْتُبِينَ (Kamu menulis) → Untuk satu perempuan.
  3. يَكْتُبُونَ (Mereka menulis) → Untuk banyak laki-laki.
  4. نَكْتُبُ (Kami menulis) → Untuk kita bersama.


Kata Dasar كَتَبَ (Menulis) – Kata dasar Fi’il ‘Amr: اُكْتُ (Tulislah!)

IdEnKetAkhiranAkhir HurufFi’il Literasi
Kamu (Laki-laki)YouLaki-lakiبْاُكْتُبْ uktub
Kamu (Perempuan)YouPerempuanيبِياُكْتُبِي uktubī
Kamu 2 Laki-lakiYou2 Laki-lakiابَااُكْتُبَا uktubā
Kamu 2 PerempuanYou2 Perempuanابَااُكْتُبَا uktubā
Kamu 1 Lk + 1 PrYou1 Lk + 1 Prابَااُكْتُبَا uktubā
Kalian (Laki-laki)You3+ Laki-lakiوابُوااُكْتُبُوا uktubū
Kalian (Perempuan)You3+ Perempuanنَبْنَاُكْتُبْنَ uktubna

Penjelasan Struktur Fi’il Amr:

  1. Fi’il Amr digunakan untuk memberikan perintah atau instruksi.
  2. Pola fi’il amr dimulai dari bentuk asal mudhari’ (present tense), kemudian dibuang huruf mudhari’ (أ, ت, ي, ن) di awal dan menambahkan harokat perintah seperti dhammah (ُ) pada awal kata, tergantung pada dhamir.
  3. Perubahan Akhir Huruf:
    • Sukun (ْ) pada dhamir tunggal laki-laki (contoh: اُكْتُبْ).
    • Kasrah + Ya (بِي) pada dhamir tunggal perempuan.
    • Alif (بَا) untuk dhamir ganda (dual).
    • Wawu (بُوا) untuk dhamir plural laki-laki.
    • Nun sukun (بْنَ) untuk dhamir plural perempuan.

Contoh Penggunaan:

  1. اُكْتُبْ (Tulis!) → Perintah untuk satu orang laki-laki.
  2. اُكْتُبِي (Tulis!) → Perintah untuk satu orang perempuan.
  3. اُكْتُبُوا (Tulis!) → Perintah untuk banyak orang laki-laki.
  4. اُكْتُبْنَ (Tulis!) → Perintah untuk banyak orang perempuan.

Fi’il pelaku (lazim) dan fi’il objek (muta’addi) menggunakan kata dasar دَخَلَ (masuk):


1. Fi’il Pelaku (Fi’il Lazim)

Kata dasar دَخَلَ (masuk) termasuk fi’il lazim dalam penggunaan dasarnya, karena hanya memerlukan pelaku (fa’il) tanpa memerlukan objek untuk melengkapi maknanya.

Contoh Penggunaan Fi’il Lazim:

  • دَخَلَ الطَّالِبُ. (Siswa itu masuk.)
    • Fi’il: دَخَلَ (masuk)
    • Pelaku (Fa’il): الطَّالِبُ (siswa)

2. Fi’il Objek (Fi’il Muta’addi)

Meskipun kata dasar دَخَلَ secara alami lazim, dalam konteks tertentu bisa menjadi muta’addi, yaitu ketika melibatkan objek (maf’ul bih) untuk menunjukkan ke mana seseorang masuk. Dengan demikian, objek dalam konteks ini sering berupa tempat atau tujuan masuknya.

Contoh Penggunaan Fi’il Muta’addi:

  • دَخَلَ الطَّالِبُ الفَصْلَ. (Siswa itu masuk ke kelas.)
    • Fi’il: دَخَلَ (masuk)
    • Pelaku (Fa’il): الطَّالِبُ (siswa)
    • Objek (Maf’ul Bih): الفَصْلَ (kelas)

Tabel Fi’il Lazim dan Muta’addi untuk Kata Dasar دَخَلَ (Lampau)

KategoriFi’ilPelaku (Fa’il)Objek (Maf’ul Bih)Contoh KalimatLiterasi
Fi’il Lazimدَخَلَالطَّالِبُدَخَلَ الطَّالِبُDakhala aṭ-ṭālibu (Siswa masuk)
Fi’il Muta’addiدَخَلَالطَّالِبُالفَصْلَدَخَلَ الطَّالِبُ الفَصْلَDakhala aṭ-ṭālibu al-faṣla

Ciri-Ciri Kata Dasar Masuk (دَخَلَ):

Sebagai Fi’il Lazim:

  • Tidak membutuhkan objek.
  • Contoh kalimat: دَخَلَ الطَّالِبُ. (Siswa masuk.)

Sebagai Fi’il Muta’addi:

  • Memerlukan objek (biasanya berupa tempat).
  • Contoh kalimat: دَخَلَ الطَّالِبُ المَسْجِدَ. (Siswa masuk masjid.)

Variasi Bentuk Fi’il (Mudhari dan Amr)

Jenis Fi’ilKata DasarBentukContoh KalimatLiterasi
Fi’il Mudhariدَخَلَيَدْخُلُيَدْخُلُ الطَّالِبُ الفَصْلَYadkhulu aṭ-ṭālibu al-faṣla
Fi’il Amrدَخَلَاُدْخُلْاُدْخُلِ المَسْجِدَUdkhul al-masjida

Fi’il mabni lil-majhul (pasif) dari kata dasar دَخَلَ (masuk):


1. Fi’il Madhi (Lampau) dalam Bentuk Pasif

Dalam bentuk pasif, دَخَلَ berubah menjadi دُخِلَ untuk menunjukkan bahwa sesuatu telah dimasuki.

Contoh Kalimat:

  • دُخِلَ المَسْجِدُ. (Masjid telah dimasuki.)
    • Fi’il Mabni Lil-Majhul (Pasif): دُخِلَ (telah dimasuki)
    • Objek yang Dimasuki: المَسْجِدُ (masjid)

2. Fi’il Mudhari (Sedang/akan) dalam Bentuk Pasif

Dalam bentuk pasif, يَدْخُلُ (aktif) berubah menjadi يُدْخَلُ untuk menunjukkan bahwa sesuatu sedang atau akan dimasuki.

Contoh Kalimat:

  • يُدْخَلُ المَسْجِدُ. (Masjid sedang/akan dimasuki.)
    • Fi’il Mabni Lil-Majhul (Pasif): يُدْخَلُ (sedang/akan dimasuki)
    • Objek yang Dimasuki: المَسْجِدُ (masjid)

3. Isim Maf’ul (Partisip Pasif)

Isim maf’ul dari دَخَلَ adalah مَدْخُولٌ, yang berarti yang dimasuki.

Contoh Kalimat:

  • المَسْجِدُ مَدْخُولٌ. (Masjid [adalah tempat] yang dimasuki.)
    • Isim Maf’ul: مَدْخُولٌ (yang dimasuki)
    • Subyek: المَسْجِدُ (masjid)

Tabel Fi’il Pasif (Mabni Lil-Majhul) untuk Kata Dasar دَخَلَ

Jenis Fi’ilBentuk PasifContoh KalimatLiterasi
Fi’il Madhi (Lampau)دُخِلَدُخِلَ البَيْتُ.Dukhila al-baytu (Rumah telah dimasuki.)
Fi’il Mudhari (Sedang/Akan)يُدْخَلُيُدْخَلُ البَيْتُ.Yudkhalu al-baytu (Rumah sedang/akan dimasuki.)
Isim Maf’ulمَدْخُولٌالبَيْتُ مَدْخُولٌ.Al-baytu madkhūlun (Rumah adalah yang dimasuki.)

Ringkasan Perubahan Fi’il

  1. Bentuk Pasif Madhi (Lampau):
    • Aktif: دَخَلَ (aaa) → Pasif: دُخِلَ (uia)
    • Perubahan: Harokat huruf pertama menjadi dhammah (ُ) dan huruf kedua menjadi kasrah (ِ).
  2. Bentuk Pasif Mudhari (Sedang/Akan):
    • Aktif: يَدْخُلُ (prefix ya) → Pasif: يُدْخَلُ (prefix yu)
    • Perubahan: Huruf pertama mudhari’ menjadi dhammah (ُ) dan huruf terakhir menjadi fathah (َ).
  3. Isim Maf’ul (Yang Dimasuki):
    • Pola: مَفْعُولٌمَدْخُولٌ.

Yawma va Yawmu (يَوْمَ vs يَوْمٌ)

Dalam bahasa Arab, “yawma” dan “yawmu” merupakan variasi dari kata “yawm,” yang berarti “hari.” Perbedaan di antara keduanya terletak pada penggunaan tata bahasanya:

Yawma (يَوْمَ) digunakan dalam kasus akusatif, yang sering kali menunjukkan objek kata kerja atau preposisi.

Yawmu (يَوْمُ) digunakan dalam kasus nominatif, yang biasanya menunjukkan subjek kalimat.

Misalnya:

Yawma al-Din (يَوْمَ الْقِيَامَةِ) berarti “Hari kiamat” dalam kasus akusatif atau menunjukkan objek.
Contoh: (يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ ٱلدِّينِ) Masuk ke dalam (nya) (di) Hari kiamat.
Yawmu al-Din (يَوْمُ الدِّينِ) berarti “Hari Kiamat” dalam bentuk nominatif atau menunjukkan subjek.
Contoh: (مَا يَوْمُ ٱلدِّينِ) Apakah (yang dimaksud dengan) Hari kiamat

Belajar Bahasa Arab 03: laa, lam, maa, lan, laisa

LAM dan LAA ( لم لا )

hanya dipakai untuk Kata Kerja Sekarang, sedangkan ( ما ) maa biasanya dipakai untuk Kata Kerja Lampau

Secara kaidah grammar, LAA titerapkan yang huruf terakhirnya di dhommah. Misal:

Saya tidak faham : انا لا أفهم- ana laa afhamu

sedangkan sesudah LAM, huruf terakhir di sukun. Sehingga penulisannya:

Saya tidak faham: انا لم أفهم - ana lam afham

(menurut sebagian orang, LAM itu Tidak nya bersifat MUTLAK)

 

MAA

dipakai untuk Kata Kerja Lampau.

Saya sudah paham : فهمتُ - fahimtu
Saya tidak sudah paham : ما فهمتُ - maa fahimtu

Catatan bahasa Indonesia “Saya tidak sudah paham” agak membingungkan mungkin, padanan bahasa Inggrisnya: I have not understood.

 

LAN

adalah meniadakan peristiwa/pekerjaan akan datang

Tidak akan berhenti: لَنْ نَبْرَح - LAN NABROHA

LAISA (M) atau LAISAT (F)

digunakan untuk kalimat non verbal (bukan kata kerja):

Ceritanya tidak menarik: ليست القصة ممتعة - laisat al-kessatu momte'a

LAISA untuk kata keterangan orang ditambahi TA/NA, bisa menjadi LASTU (saya tidak), LASTA (kamu tidak – M), LASTI (kamu tidak – F), LASNA (kami tidak)

 

Sumber:

  • http://arabquran.blogspot.co.id/2007/10/topik-47-latihan-surat-al-ikhlas-ayat-3.html
  • http://www.everyday-arabic.com/2013/12/negation-in-arabic-language.html
  • https://nahwusharaf.wordpress.com/2012/04/13/fiil-mudhari-manshub-sebab-amil-nawashib-lan-kay-an-%D9%84%D9%86-%D9%83%D9%8A-%D8%A3%D9%86-alfiyah-bait-677-678/

Belajar Bahasa Arab 02: na’am, balaa, dan labbaika

Apa persamaan dan perbedaan dari kata na’am, balaa, dan labbaika?

نعم, بلى, لبّيك

Persamaan: ketiga kata ini umumnya digunakan oleh seseorang untuk menyahut/menjawab orang yang memanggilnya.

Perbedaan: ketiga kata ini berbeda dalam aspek tata krama bahasa. Penjelasannya diberikan dalam ilustrasi berikut.

Sahabat Nabi rodhiyallohu ‘anhu:

  • Bila dipanggil oleh sesama kawan, beliau menjawab dengan na’am
  • Bila dipanggil oleh Nabi, beliau menjawab dengan balaa
  • Bila ‘dipanggil’ oleh Alloh (misal, perintah untuk haji), beliau menjawab dengan labbaika

Dari ilustrasi ini, kita ketahui bahwa:

  • Na’am: untuk kawan sebaya
  • Balaa: untuk orang yang lebih tua, pemimpin, ulama, dan semisalnya
  • Labbaika: untuk Alloh khususnya

sumber: http://www.mnurq.ga/2014/01/naam-balaa-dan-labbaika.html

Belajar Bahasa Arab 01

I’RAB ISIM ,ISIM MARFU ,ISIM MANSHUB ,ISIM MAJRUR

إِعْرَاب اْلاِسْم
I’RAB ISIM

I’rab ialah perubahan baris/bentuk yang terjadi di belakang sebuah kata sesuai dengan kedudukan kata tersebut dalam susunan kalimat. Pada dasarnya, Isim bisa mengalami tiga macam I’rab yaitu:

1. I’RAB RAFA’ ( رَفْع ) atau Subjek; dengan tanda pokok: Dhammah ( ُ )
2. I’RAB NASHAB (
نَصْب ) atau Objek; dengan tanda pokok: Fathah ( َ )
3. I’RAB JARR (
جَرّ ) atau Keterangan; dengan tanda pokok: Kasrah ( ِ )

Perhatikan contoh dalam kalimat di bawah ini:

جَاءَ الطُّلاَّبُ = datang siswa-siswa

رَأَيْتُ الطُّلاَّبَ

= aku melihat siswa-siswa

سَلَّمْتُ عَلَى الطُّلاَّبِ

= aku memberi salam kepada siswa-siswa

Isim الطُّلاَّب (=siswa-siswa) pada contoh di atas mengalami tiga macam I’rab:

1) I’rab Rafa’ (Subjek) dengan tanda Dhammah di huruf akhirnya ( الطُّلاَّبُ )
2)
I’rab Nashab (Objek) dengan tanda Fathah di huruf akhirnya ( الطُّلاَّبَ )
3)
I’rab Jarr (Keterangan) dengan tanda Kasrah di huruf akhirnya ( الطُّلاَّبِ )

Alamat I’rab seperti ini dinamakan Alamat Ashliyyah (عَلاَمَات اْلأَصْلِيَّة) atau tanda-tanda asli (pokok).

Perlu diketahui bahwa tidak semua Isim bisa mengalami I’rab atau perubahan baris/bentuk di akhir kata. Dalam hal ini, Isim terbagi dua:

1) ISIM MU’RAB ( اِسْم مُعْرَب ) yaitu Isim yang bisa mengalami I’rab. Kebanyakan Isim adalah Isim Mu’rab artinya bisa berubah bentuk/baris akhirnya, tergantung kedudukannya dalam kalimat.

2) ISIM MABNI ( اِسْم مَبْنِي ) yaitu Isim yang tidak terkena kaidah-kaidah I’rab. Yang termasuk Isim Mabni adalah: Isim Dhamir (Kata Ganti), Isim Isyarat (Kata Tunjuk), Isim Maushul (Kata Sambung), Isim Istifham (Kata Tanya).

Perhatikan contoh Isim Mabni dalam kalimat-kalimat di bawah ini:

جَاءَ هَؤُلاَءِ

= datang (mereka) ini

رَأَيْتُ هَؤُلاَءِ = aku melihat (mereka) ini
سَلَّمْتُ عَلَى هَؤُلاَءِ = aku memberi salam kepada (mereka) ini

Dalam contoh-contoh di atas terlihat bahwa Isim Isyarah هَؤُلاَءِ (=ini) tidak mengalami I’rab atau perubahan baris/bentuk di akhir kata, meskipun kedudukannya dalam kalimat berubah-ubah, baik sebagai Subjek, Objek maupun Keterangan. Isim Isyarah termasuk diantara kelompok Isim Mabni.

Bila anda telah memahami baik-baik tentang pengertian I’rab dan tanda-tanda aslinya, marilah kita melanjutkan pelajaran tentang Isim Mu’rab.

اِسْم مَرْفُوْع
ISIM MARFU’

Isim yang mengalami I’rab Rafa’ dinamakan Isim Marfu’ yang terdiri dari:

1) Mubtada’ (Subjek) dan Khabar (Predikat) pada Jumlah Ismiyyah (Kalimat Nominal). Perhatikan contoh-contoh Jumlah Ismiyyah di bawah ini:

اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ

= rumah itu besar

اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ جَمِيْلٌ = rumah itu besar (lagi) indah
اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ جَمِيْلٌ

= rumah besar itu indah

اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ جَمِيْلٌ غَالٌ

= rumah besar itu indah (lagi) mahal

Dalam contoh di atas terlihat bahwa semua Isim yang terdapat dalam Jumlah Ismiyyah adalah Marfu’ (mengalami I’rab Rafa’), tandanya adalah Dhammah.

2) Fa’il (Subjek Pelaku) atau Naib al-Fa’il (Pengganti Subjek Pelaku) pada Jumlah Fi’liyyah (Kalimat Verbal). Contoh:

جَاءَ مُحَمَّدٌ

= Muhammad datang

يَغْلِبُ عُمَرُ = Umar menang
يُغْلَبُ الْكَافِرُ

= orang kafir itu dikalahkan

لُعِنَ الشَّيْطَانُ = syaitan itu dilaknat

مُحَمَّدٌ (=Muhammad) –> Fa’il –> Marfu’ dengan tanda Dhammah
عُمَرُ (=Umar) –> Fa’il –> Marfu’ dengan tanda Dhammah
الْكَافِرُ (=orang kafir) –> Naib al-Fa’il –> Marfu’ dengan tanda Dhammah.
الشَّيْطَانُ (=syaitan) –> Naib al-Fa’il –> Marfu’ dengan tanda Dhammah.

Pahamilah baik-baik semua kaidah-kaidah yang terdapat dalam pelajaran ini sebelum melangkah ke pelajaran selanjutnya.

اِسْم مَنْصُوْب
ISIM MANSHUB

Isim yang terkena I’rab Nashab disebut Isim Manshub. Yang menjadi Isim Manshub adalah semua Isim selain Fa’il atau Naib al-Fa’il dalam Jumlah Fi’liyyah.

1) MAF’UL (مَفْعُوْل) yakni Isim yang dikenai pekerjaan (Objek Penderita).

قَرَأَ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ

= Muhammad membaca al-Quran

القُرْآنَ (= al-Quran) –> Maf’ul –> Manshub dengan tanda fathah.

2) MASHDAR ( مَصْدَر ) yakni Isim yang memiliki makna Fi’il dan berfungsi untuk menjelaskan atau menegaskan (menguatkan) arti dari Fi’il.

قَرَأَ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلاً

= Muhammad membaca al-Quran dengan tartil (perlahan-lahan)

تَرْتِيْلاً (= perlahan-lahan) –> Mashdar –> Manshub dengan tanda fathah.

3) HAL ( حَال ) ialah Isim yang berfungsi untuk menjelaskan keadaan Fa’il atau Maf’ul ketika berlangsungnya pekerjaan.

قَرَأَ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ خَاشِعًا

= Muhammad membaca al-Quran dengan khusyu’

خَاشِعًا (= orang yang khusyu’) –> Hal –> Manshub dengan tanda fathah.

4) TAMYIZ ( تَمْيِيْز ) ialah Isim yang berfungsi menerangkan maksud dari Fi’il dalam hubungannya dengan keadaan Fa’il atau Maf’ul.

قَرَأَ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ عِبَادَةً

= Muhammad membaca al-Quran sebagai suatu ibadah

عِبَادَةً (= ibadah) –> Tamyiz –> Manshub dengan tanda fathah.

5) ZHARAF ZAMAN (ظَرْف زَمَان) atau Keterangan Waktu dan ZHARAF MAKAN (ظَرْف مَكَان) atau Keterangan Tempat.

قَرَأَ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ لَيْلاً

= Muhammad membaca al-Quran pada suatu malam

لَيْلاً (= malam) –> Zharaf Zaman –> Manshub dengan tanda fathah.

Diantara Zharaf Zaman: يَوْمَ (=pada hari), اَلْيَوْمَ (=pada hari ini), لَيْلاً (=pada malam hari), نَهَارًا (=pada siang hari), صَبَاحًا (=pada pagi hari), مَسَاءً (=pada sore hari), غَدًا (=besok), اْلآنَ (=sekarang), dan sebagainya.
Diantara Zharaf Makan:
أَمَامَ (=di depan), خَلْفَ (=di belakang), وَرَاءَ (=di balik), فَوْقَ (=di atas), تَحْتَ (=di bawah), عِنْدَ (=di sisi), حَوْلَ (=di sekitar), بَيْنَ (=di antara), جَانِبَ (=di sebelah), dan sebagainya.

6) Mudhaf yang berfungsi sebagai MUNADA (

مُنَادَى) atau Seruan/Panggilan.
رَسُوْلُ اللهِ
(=Rasul Allah) adalah Mudhaf-Mudhaf Ilaih, bila berfungsi sebagai Munada, maka kata رَسُوْل (=Rasul) sebagai Mudhaf menjadi Manshub.

يَا رَسُوْلَ اللهِ

= Wahai Rasul Allah

Sedangkan bila Munada itu adalah Isim Mufrad yang bukan merupakan Mudhaf-Mudhaf Ilaih, maka Isim tersebut tetap dalam bentuk Marfu’. Contoh:

يَا مُحَمَّدُ

= Wahai Muhammad

7) MUSTATSNA ( مُسْتَثْنَى ) atau Perkecualian ialah Isim yang terletak sesudah ISTITSNA (اِسْتِثْنَى ) atau Pengecuali. Contoh:

حَضَرَ الطُّلاَّبُ إِلاَّ زَيْدًا

= para siswa telah hadir kecuali Zaid

إِلاَّ (=kecuali) –> Istitsna (Pengecuali).
زَيْدًا (=Zaid) –> Mustatsna (Perkecualian) –> Manshub dengan tanda Fathah

Kata-kata yang biasa menjadi Istitsna antara lain:

إِلاَّ – غَيْرَ – سِوَى – خَلاَ – عَدَا – حِشَا
Semuanya biasa diterjemahkan: kecuali, selain.Isim yang berkedudukan sebagai Mustatsna tidak selalu harus Manshub. Mustatsna bisa menjadi Marfu’ dalam keadaan sebagai berikut:

a) Bila berada dalam Kalimat Negatif dan Subjek yang dikecualikan darinya disebutkan. Maka Mustatsna boleh Manshub dan boleh Marfu’. Contoh:

مَا قَامَ الطُّلاَّبُ إِلاَّ زَيْدًا

= para siswa tidak berdiri kecuali Zaid

مَا قَامَ الطُّلاَّبُ إِلاَّ زَيْدٌ

= para siswa tidak berdiri kecuali Zaid

Kalimat di atas adalah Kalimat Negatif (ada kata: tidak) dan disebutkan Subjek yang dikecualikan darinya yaitu الطُّلاَّبُ (=para siswa) maka Mustatsna boleh Manshub dan boleh pula Marfu’ (زَيْدًا atau زَيْدٌ).

b) Bila Mustatsna berada dalam kalimat Negatif dan Subjek yang dikecualikan darinya tidak disebutkan sedangkan Mustatsna itu berkedudukan sebagai Fa’il maka ia harus mengikuti kaidah I’rab yakni menjadi Marfu’. Contoh:

مَا قَامَ إِلاَّ زَيْدٌ

= tidak berdiri kecuali Zaid

Mustatsna menjadi Marfu’ karena berkedudukan sebagai Fa’il (زَيْدٌ) dan berada dalam Kalimat Negatif yang tidak disebutkan Subjek yang dikecualikan darinya.

اِسْم مَجْرُوْر
ISIM MAJRUR

Isim yang terkena I’rab Jarr disebut Isim Majrur yang terdiri dari:

1) Isim yang diawali dengan Harf Jarr. Yang termasuk Harf Jarr adalah: بِ (=dengan), لِ (=untuk), فِيْ (=di, dalam), عَلَى (=atas), إِلَى (=ke), مِنْ (=dari), كَـ (=bagai), حَتَّى (=hingga), وَ / تَـ untuk sumpah (=demi …).

Perhatikan contoh-contoh berikut:

أَعُوْذُ بِاللهِ = aku berlindung kepada Allah
أُصَلِّيْ فِي الْمَسْجِدِ

= aku shalat di masjid

وَالْعَصْرِ = demi masa!

الله / الْمَسْجِد/ الْعَصْر pada kalimat-kalimat di atas adalah Isim Majrur karena didahului/dimasuki oleh Harf Jarr. Tanda Majrurnya adalah Kasrah.

2) Isim yang berkedudukan sebagai Mudhaf Ilaih. Contoh:

رَسُوْلُ اللهِ (=Rasul Allah) –> رَسُوْلُ [Mudhaf], اللهِ [Mudhaf Ilaih]
أَهْلُ
الْكِتَابِ (=ahlul kitab) –> أَهْلُ [Mudhaf], الْكِتَابِ [Mudhaf Ilaih]

Mudhaf Ilaih selalu sebagai Isim Majrur, sedangkan Mudhaf (Isim di depannya) bisa dalam bentuk Marfu’, Manshub maupun Majrur, tergantung kedudukannya dalam kalimat. Perhatikan contoh-contoh kalimat di bawah ini:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ

= berkata Rasul Allah

أُحِبُّ رَسُوْلَ اللهِ

= saya mencintai Rasul Allah

نُؤْمِنُ بِرَسُوْلِ اللهِ = kami beriman kepada Rasul Allah

Dalam contoh-contoh di atas, Isim رَسُوْل merupakan Mudhaf dan bentuknya bisa Marfu’ (contoh pertama), Manshub (contoh kedua) maupun Majrur (contoh ketiga). Adapun kata الله sebagai Mudhaf Ilaih selalu dalam bentuk Majrur.

3) Termasuk dalam Mudhaf Ilaih adalah Isim yang mengikuti Zharaf.

يَجْلِسُوْنَ أَمَامَ الْبَيْتِ

= mereka duduk-duduk di depan rumah

أَقُوْمُ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

= aku berdiri di bawah pohon

Dalam contoh di atas, Isim الْبَيْتِ (=rumah) dan Isim الشَّجَرَةِ (=pohon) adalah Isim Majrur dengan tanda Kasrah karena terletak sesudah Zharaf أَمَامَ (=di depan) dan تَحْتَ (=di bawah). Dalam hal ini, kedua Zharaf tersebut merupakan Mudhaf sedang Isim yang mengikutinya merupakan Mudhaf Ilaih.

Sumber: http://assalik.blogspot.co.id/2010/06/irab-isim-isim-marfu-isim-manshub-isim.html

160 Kebiasaan Nabi Muhammad SAW

160 Kebiasaan Nabi Muhammad SAW
Bismillahhirrahmannirahim, di bawah ini adalah kebisaan Nabi Muhammad SAW yang kita cintai, yang wajib kita tiru/amalkan agar mndptkan pahala, amien……

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW SEKITAR SHALAT

1. Selalu shalat sunnah fajar
2. Meringankan shalat sunnah fajar
3. Membaca surat Al-Ikhlas dan Al-Kafirun dalam shalat fajar (ayat lain yang dibaca Nabi dalam shalat sunnah fajar)
4. Berbaring sejenak setelah shalat sunnah fajar
5. Mengerjakan shalat sunnah di rumah
6. Selalu shalat sunnah empat rakaat sebelum dhuhur
7. Mengganti dengan empat rakaat setelah duhur jika tidak sempat shalat sebelumnya
8. Shalat sunnah dua atau empat rakaat sebelum ashar
9. Shalat sunnah dua rakaat sesudah maghrib
10. Shalat sunnah setelah Isya’
11. Mengakhirkan shalat Isya’
12. Memanjangkan rakaat pertama dan memendekkan rakaat kedua
13. Selalu shalat malam (waktu shalat malam Rasulullah saw)
14. Menggosok gigi apabila bangun malam
15. Membuka shalat malam dengan 2 rakat ringan
16. Shalat malam sebelas rakaat (format shalat malam Nabi sebelas rakaat)
17. Memanjangkan shalat malamnya
18. Membaca surat Al-A’la, Al-Kafirun dan Al-Ikhlas dalam shalat witir
19. Mengganti shalat malam di siang hari jika berhalangan
20. Shalat dhuha empat rakaat
21. Tetap duduk hingga matahari bersinar setelah shalat subuh
22. Meluruskan shaf sebelum mulai shlaat jama’ah
23. Mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram, akan ruku’ dan bangun dari ruku’
24. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
25. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud
26. Merenggangkan kedua tangan ketika sujud hingga tampak ketiaknya yang putih
27. Memberi isyarat dengan jari telunjuk ketika tasyahhud dan mengarahkan pandangan ke arah jari telunjuk
28. Meringankan tasyahhud pertama
29. Meringankan shalat jika berjama’ah
30. Menghadap ke arah kanan makmum selesai shalat jama’ah
31. Bersegera ke masjid begitu masuk waktu shalat
32. Selalu memperbarui wudhu setiap kali akan shalat
33. Tidak menshalatkan jenazah yang masih berhutang
34. Menancapkan tombak sebagai pembatas jika shlaat di tanah lapang
35. Mengajari shalat kepada orang yang baru masuk Islam

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DI HARI JUM’AT DAN DUA HARI RAYA

1. Membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan dalam shalat subuh di hari Jum’at
2. Memotong kuku dan kumis setiap hari Jum’at
3. Mandi pada hari Jum’at
4. Memakai pakaian terbaik untuk shalat jum’at
5. Memendekkan khutbah Jum’at dan memanjangkan shalat
6. Serius dalam khutbahnya dan tidak bergurau
7. Duduk di antara dua khutbah Jum’at
8. Membaca surat Al-A’la dan Al-Ghasyiyah dalam shalat Jum’at
9. Shalat sunnah setelah jum’at
10. Tidak langsung shalat sunnah setelah Jum’at
11. Mandi sebelum berangkat shalat Id
12. Memakai pakaian teraik ketika shalat Id
13. Makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat Idul Fitri
14. Baru makan sepulang dari melaksanakan shalat Idul Adha
15. Shalat Id di tanah lapang
16. Mengajak semua keluarganya ke tempat shalat Id
17. Memperlambat pelaksanaan shalat Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat Idul Adha
18. Langsung shalat Id tanpa Adzan dan Iqomah
19. Dua kali khutbah dengan diselingi duduk
20. Pergi dan pulang melalui jalan yang berbeda
21. Berjalan kaki menuju tempat shalat Id
22. Membaca surat Qaaf dan Al-Qamar dalam shalat Id
23. Menyembelih hewan kurban di tempat pelaksanaan shalat Id

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DALAM MASALAH PUASA

1. Puasa dan berbuka secara seimbang
2. Berbuka puasa sebelum shalat maghrib
3. Berbuka dengan korma
4. Tetap puasa meskipun bangun dalam keadaan junub
5. Berpuasa jika tidak mendapatkan makanan di pagi hari
6. Membatalkan puasa sunnah jika memang ingin makan
7. Banyak puasa di bulan sya’ban
8. Puasa enam hari syawal
9. Puasa hari Arafah
10. Puasa Asyura atau sepuluh muharam
11. Puasa hari senin dan kami
12. Puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan
13. Mencium istri di siang hari

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DI BULAN RAMADHAN

1. Memperbanyak sedekah
2. Memperbanyak membaca Al-Qur’an
3. Megnakhirkan waktu sahur
4. Puasa wishal
5. Memperbanyak shalat malam (menghidupkan malam ramadhan)
6. I’tikaf
7. Menghidupkan sepuluh malam terakhir dan membangunkan keluarganya
8. Menyuruh para sahabat agar bersungguh-sungguh mencari lailatul qadar

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DALAM MAKAN DAN MINUM

1. Tidak pernah mencela makanan
2. Tidak makan sambil bersandar
3. Makan dan minum dengan tangan kanan
4. Makan dengan tiga jari
5. Menjilati jari-jemari dan tempat makan selesai makan
6. Mengambil nafas tiga kali ketika minum
7. Minum dengan duduk dan berdiri
8. Mulai makan dari pinggir tempat makan
9. Berdo’a sebelum dan sesudah makan
10. Tidak pernah kenyang dua hari berturut-turut
11. Tidak pernah makan di depan meja makan

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DALAM TIDURNYA

1. Tidur dalam keadaan suci
2. Tidur di atas bahu sebelah kanan
3. Meletakkan tangan di bawah pipi
4. Meniup kedua tangan dan membaca do’a lalu mengusapkannya ke badan
5. Tidak suka tidur sebelum Isya’
6. Tidur pada awal malam dan bangun di sepertiga akhir
7. Berwudlu dulu jika akan tidur dalam keadaan junub
8. Berdo’a sebelum dan setelah bangun tidur
9. Membaca do’a jika terjaga dari tidur
10. Tidur matanya namun tidak tidur hatinya
11. Menyilangkan kaki jika tidur di masjid
12. Tidur hanya beralaskan tikar
13. Tidak menyukai tidur tengkurap

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DALAM BEPERGIAN

1. Berlindung kepada Allah dari beban perjalanan jika hendak bepergian
2. Sengang bepergian pada hari kamis
3. Senang pergi pada pagi hari
4. Menyempatkan tidur dalam perjalanan di malam hari
5. Melindungi diri atau menjauh jika buang haajt
6. Berada di barisan belakang saat bepergian
7. Bertakbir tiga kali ketika telah berada di atas kendaraan
8. Bertakbir saat jalanan naik dan bertasbih saat jalanan menurun
9. Berdo’a jika tiba waktu malam
10. Berdo’a jika melihat fajar dalam perjalanan
11. Berdo’a ketika kembali dari bepergian
12. Mendatangi masjid terlebih dahulu saat baru tiba dan shalat dua raka’at
13. Mengundi istri-istrinya jika bepergian
14. Shalat di atas kendaraan
15. Menghadap ke arah kiblat terlebih dahulu jika shalat di atas kendaraan
16. Mendo’akan orang yang ditinggal pergi
17. Mendo’akan orang yang akan bepergian
18. Memberi bagian tersendiri kepada orang yang diutus pergi

KEBIASAAN-KEBIASAAN NABI SAW DALAM DZIKIR DAN DO’ANYA

1. Senang berdoa dengan do’a yang ringkas
2. Membaca istighfar tiga kali dan berdzikir selepas shalat
3. Membaca istighfar tujuh puluh kali hingga seratus kali setiap hari
4. Membaca shalat dan salam atas dirinya jika masuk dan keluar dai masjid
5. Membaca do’a di pagi dan sore hari
6. Membaca do’a di akhir majlis
7. Membaca do’a saat keluar rumah
8. Berdo’a jika masuk dan keluar kamar kecil
9. Berdoa jika memakai pakaian baru
10. Berdo’a jika merasa sakit
11. Berdo’a jika melihat bulna
12. Memanjatkan do’a di saat sulit
13. Berdo’a jiika takut pada suatu kaum adan saat bertemu musuh
14. Berdo’a jika bertiup angin kencang

PERNIK-PERNIK KEBIASAAN NABI SAW

1. Selalu mengingat Allah di setiap waktu
2. Mengulangi perkataan hingga tiga kali dan bicara dengan suara yang jelas
3. Selalu mendahulukan yang kanan
4. Menutup mulut dan merendahkan suara apabial bersin
5. Tidak menolak jika diberi minyak wangi
6. Tidak pernah menolak hadiah
7. Selalu memilih yang lebih mudah
8. Bersujud syukur jika mendapat kabar gembira
9. Bersujud tilawah jika membaca ayat sajdah
10. Tidak datang ke rumah pada wkatu malam melainkan pada pagi dan sore hari
11. Tidak suka berbincang-bincang setelah Isya’
12. Tidak senang menyimpan harta dan selalu memberi jika ada yang meminta
13. Mengulang salam hingga tiga kali
14. Turut mengerjakan pekerjaan rumah
15. Pergi ke masjid Quba setiap sabtu
16. Sangat marah jika hukum Allah dilanggar namun tidak marah jika dirinya disakiti
17. Berubah warna mukanya jika tidak menyukai sesuatu
18. Memilih waktu yang tepat dalam menasehati
19. Tidak bohong dalam bergurau
20. Berdiri apabila melihat iringan jenazah
21. Baru mengangkat pakaian jika telah dekat dengan tanah saat buang hajat
22. Buang air kecil dengan jongkok
23. Bermusyawarah jika membicarakan suatu masalah yang penting
24. Menyuruh istrinya agar memakai kain jika ingin menggaulinya dalam keadaan haidh

Sumber:

http://jejak-muslimin.blogspot.co.id/2010/05/160-kebiasaan-nabi-muhammad-saw.html